Satu kaidah yang harus dipahami bagi setiap muslim adalah adab sebelum ilmu dan berilmu dulu baru beramal untuk menjaga kehati-hatian. Kehati-hatian dari kesalahan akan suatu amal yang terlihat baik namun belum tentu benar, selain itu ada keberkahan bagi penuntut ilmu.
Perlu dipahami bahwa orang yang beramal tetapi tidak mengetahui ilmunya maka akan mengalami kesulitan sekaligus kesia-siaan karena amalnya tidak terhitung. Bahkan mungkin amalannya menjadi berbahaya dan menjadi sebab terjadinya kemaksiatan, maka begitu pentingnya mencari ilmu berikut adab untuk mencari ilmu:
8 adab mencari ilmu dalam Islam
1. Menetapkan Niat Tersebab oleh Allah
Perbuatan baik hanya akan terlihat baik di mata manusia ketika sebelumnya tidak diikuti oleh niat yang baik dalam melakukannya. Sedemikian penting niat dalam suatu perbuatan karena akan ternilai sebagai sebuah pahala atau “sekedar” kebaikan semata yang dilihat dan dikagumi manusia.
Karena menjadi baik itu penting tapi menjadi benar itu lebih penting, kebaikan yang didasarkan niat karena Allah akan menjadi kebenaran. Sebab, ada nilai pahala disana dan dengan niat pastinya juga memikirkan kebenaran yang sesuai dengan syariat yang diperintahkan oleh Allah.
2. Profesionalisme atau Melakukan yang Terbaik dalam Meraih Ilmu
Melakukan yang terbaik ternyata telah diajarkan dalam Islam, dimana hari ini kita sebut dan sering ditemui dalam suatu pekerjaan sebagai profesionalisme. Tindakan totalitas dalam menjalankan tugas dan memberikan sepenuh hati untuk menuntut ilmu demi mengharapkan keberkahan akan ilmu itu sendiri.
Menjadi sulit memang jika dimasa sekarang suatu ilmu diminta untuk dijemput sedemikian rupa jika tanpa embel-embel “uang”, maka sulit totalitas. Namun, dengan diawali niat karena Allah totalitas ini insyaaAllah semangat untuk menerima ilmu itu akan sangat besar dan terus bertambah.
3. Tawakal Setelah Berusaha
Tawakal adalah kunci menjadi muslim sejati, setelah melakukan usaha maksimal maka tawakal jurus terakhirnya, yaitu menerima segala ketetapan dari Allah. Yakin bahwa semua dari Allah adalah yang terbaik bagi diri dan tidak pernah merasa putus asa meski wajar jika kadang ada kesedihan.
Misalnya, sudah belajar secara maksimal untuk persiapan ujian, menghapal dengan serius dengan menyisihkan waktu diantara kesibukannya, membaca dan mencatat kembali. Namun, ketika ujian berlangsung, hampir semua hapalan terlupa, kecewa pastinya, namun harus diterima dengan lapang hati dan instropeksi untuk kedepannya.
4. Tetap Memegang Prinsip Ketaatan pada perintah Allah dan Komitmen Menjauhi Larangan Allah
Iman dan takwa senantiasa menjadi prinsip yang harus dipegang seorang muslim dalam kondisi apa pun, termasuk di dalamnya ketika menuntut ilmu. Tidak ada toleransi untuk melanggar aturan dalam menuntut ilmu meskipun kondisi sekitar mewajarkan hal tersebut, misalnya mencontek teman.
Jika dalam kondisi ujian dan memerlukan kejujuran untuk mengetahui kadar ilmu yang dimiliki maka itu mencontek menjadi hal terlarang. Namun, jika dalam kondisi pembelajaran maka bertukar materi catatan atau “mencontek” catatan teman agak tidak tertinggal tentunya hal tersebut dapat dibolehkan.
5. Menghindari Kemalasan serta Kesulitan dengan Berdoa
Berdoa menjadi bagian penting ketika menuntut ilmu, biasa dilihat jika dalam suatu majelis akan dibuka dengan basmallah, sebagai wujud doa kepada Allah. Dengan memohon kepada Allah karna hati yang mudah dibolak balik ketika menuntut ilmu, maka perlu dikuatkan oleh Allah.
Belum lagi godaan dari syaithon yang sangat tidak menyukai orang yang menuntut ilmu, dengan dibuat menjadi malas atau ngantuk. Maka dapat ucapkan ta’awudz dengan penuh pengharapan kepada Allah untuk menetralisirnya, sehingga dapat kembali konsentrasi untuk memahami ilmu yang disampaikan guru.
6. Selalu Memasang Prasangka Baik
Berprasangka baik senantiasa diterapkan untuk segala ketetapan yang Allah berikan, entah itu sebuah pemahaman akan ilmu yang mudah diadapatkan. Atau malah sulitnya memahami sesuatu sehingga dapat diambil hikmah untuk terus berusaha belajar kembali agar tidak mudah meremehkan ilmu itu sendiri.
Berprasangka baik juga harus dilakukan kepada teman sesama penuntut ilmu, misalnya yaitu dalam satu majelis hendaknya berlapang-lapang dalam memberikan tempat duduk. Dan menghilangkan atau memaklumkan segala prasangka missal ada satu kejadian yang tidak mengenakkan selama menuntut ilmu karena sayang pahalanya.
7. Mengamalkan Setelah Menuntun Ilmu
Ketika mengamalkan sesuatu akan terasa pentingnya berilmu sebelum beramal demi menghindari keruAsakan, karena akan celaka orang yang tidak memiliki ilmu. Maksud dari celaka adalah ketidaktahuan ketika berilmu dapat menjadi kesia-siaan atau bahkan menjadi sebuah dosa, sering terjadi saat mengikuti budaya.
Budaya animisme dinamisme seperti memberikan sesajen di pohon atau perempatan jalan dianggap sebagai “nguri-nguri budaya”, padahal itu merupakan tindakan kesyirikan. Hal ini dapat menjadi pertentangan karena kurangnya ilmu dan hanya mengikuti kebiasaan leluhur tanpa tahu apa efeknya bagi perjalanan imannya.
8. Banyak Bertanya Kepada Orang Berilmu
Stigma bahwa seorang murid yang bertanya kepada guru adalah ketidaksopanan yang tidak boleh dilakukan hendaknya mulai dipahami sebagai kekeliruan. Karena bagaimana mungkin seorang pencari ilmu dilarang mempertanyakan sesuatu yang tidak ia ketahui kepada sosok yang lebih memahami ilmunya yaitu gurunya.
Tentunya dalam bertanya disini adalah murni karena ketidaktahuan dan tetap memperhatikan adab-adab dalam bertanya agar tidak menyinggung perasaan guru. Seperti bertanya dengan sederhana tidak berbelit-belit, bertanya bukan hendak menguji wawasan guru dan tidak mengejar jawaban berlebihan jika guru kurang berkenan.
Itu tadi adab dalam menuntut ilmu lebih dianjurkan karena meski belum mampu mengamalkan namun ilmu yang didapat tetap menjadi keberkahan. Syaithon lebih senang menggoda orang yang tidak berilmu karena mudah digoyahkan daripada orang berilmu yang paham benar apa yang dilakukannya.