Menikah Terlalu Muda: Antara Tradisi dan Dampaknya

Menikah pada usia muda adalah fenomena yang masih sering ditemui di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Meskipun beberapa orang melihatnya sebagai bagian dari tradisi dan budaya, menikah terlalu muda juga memiliki banyak tantangan dan risiko. Usia terlalu muda di sini dapat diklasifikasikan di bawah usia 17 tahun. Artikel ini akan membahas berbagai aspek terkait pernikahan di usia muda, termasuk alasan di balik fenomena ini, serta dampaknya bagi individu dan masyarakat.

Alasan di Balik Pernikahan Terlalu Muda

Pernikahan terlalu muda, terutama di daerah yang kurang mendapatkan edukasi sering disarankan oleh orang tua. Biasanya karena adat dan norma lingkungan sekitar yang biasa menikah muda, maka seseorang yang melewati usia tertentu dan belum menikah dianggap tidak wajar. Berikut alasan lain terjadinya pernikahan terlalu muda:

  1. Budaya dan Tradisi

Banyak komunitas yang memiliki tradisi menikahkan anak-anak mereka pada usia yang sangat muda. Hal ini sering kali didorong oleh norma sosial dan keyakinan bahwa pernikahan adalah cara untuk memastikan anak-anak perempuan terlindungi dan terhindar dari pergaulan bebas. Selain itu, rasa “malu” sebagai orang tua yang memiliki anak namun tak kunjung menikah juga menjadi faktor pernikahan terlalu muda terjadi.

  1. Faktor Ekonomi

Pada beberapa kasus, pernikahan muda dianggap sebagai solusi untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Dengan menikahkan anak perempuan, keluarga merasa dapat mengurangi jumlah anggota yang harus diberi makan dan diurus.

  1. Kurangnya Pendidikan dan Kesadaran

Kurangnya akses terhadap pendidikan dan informasi mengenai hak-hak anak serta risiko pernikahan dini sering kali menyebabkan banyak orang tua menikahkan anak-anak mereka di usia yang terlalu muda. Sebab lainnya adalah kesadaran untuk menuntut pendidikan yang tinggi bukan menjadi kewajiban. Anggapan bahwa pendidikan tinggi hanya akan menghabiskan biaya tanpa menilik lebih jauh peluang yang dapat diperoleh dengan pendidikan tersebut. Apalagi buat wanita yang dianggap hanya akan berujung mengurus rumah tangga.

Dampak Pernikahan Terlalu Muda

Menikah terlalu muda memang menjadi pilihan bagi setiap individu, namun perlu diketahui bahwa setiap pilihan memiliki risikonya. Berikut kita dapat simak dampak dari pernikahan muda yang dapat menjadi perhatian:

  1. Kesehatan Fisik dan Mental

Bagi wanita menikah dan hamil pada usia muda memiliki risiko kesehatan yang tinggi. Karena kondisi organ reproduksinya yang belum cukup siap berkembang secara sempurna untuk menahan janin. Remaja perempuan yang hamil lebih rentan mengalami komplikasi kehamilan, seperti preeklampsia dan kelahiran prematur.

Selain itu, mereka juga bisa mengalami tekanan psikologis akibat tanggung jawab yang besar. Pernikahan muda memang memungkinkan kehamilan terjadi lebih cepat karena kondisi reproduksi yang subur. Kehamilan kemudian kelahiran anak adalah sesuatu yang tidak mudah, butuh mental kuat untuk menjalani peran sebagai ibu. Baby blues, ilmu parenting dan kemampuan mengelola stress karena munculnya tanggung jawab lebih sebagai ibu dan ayah seringkali tertatih-tatih disiapkan.

  1. Pendidikan dan Karier

Menikah pada usia terlalu muda seringkali menghentikan pendidikan anak perempuan. Akibatnya, mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan mengembangkan karier, yang bisa mempengaruhi kualitas hidup mereka di masa depan. Kualitas ini bukan hanya tentang kesempatan berkarir atau bekerja, namun kematangan diri menghadapi realita kehidupan.

Seorang ibu yang tiba-tiba dihadapkan pada kehidupan berumahtangga tanpa ilmu yang cukup hanya akan menjalani hidupnya dengan uring-uringan atau bahkan sekedarnya saja. Ibu adalah sekolah pertama untuk anak-anaknya, jika ibunya saja kehilangan kesempatan untuk meraih pendidikan terbaiknya bagaimana ia mendidik anaknya dengan kondisi terbaik juga?

  1. Kesejahteraan Anak

Anak-anak yang lahir dari ibu yang masih sangat muda sering kali menghadapi berbagai masalah, seperti malnutrisi, kurangnya perawatan yang memadai, dan rendahnya tingkat pendidikan. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan mereka secara keseluruhan. Ketidaktahuan ibu yang sangat muda menjadi masalah bagi kesehatan anak selanjutnya, contoh mudahnya tentang anak yang harus mendapatkan imunisasi lengkap di usia awal-awal kehidupannya. Atau berapa banyak kasus anak harus meninggal karena diberi makanan selain ASI sebelum usia 6 bulan hanya karena ikut kata orang tua atau neneknya tersebab ketidaktahuannya dalam mengurus anak.

4. Tingkat Perceraian Tinggi

    Karena berbagai tantangan yang dihadapi tentu menjadi banyak alasan kenapa pernikahan terlalu muda mudah karam. Kemampuan komunikasi buruk, ego yang masih tinggi, kecenderungan pelampiasan emosi sebagai anak muda serta kelelahan fisik juga mental atas tanggung jawab yang tiba-tiba datang menjadi daftar panjang alasan banyaknya pernikahan terlalu muda berakhir.

    Upaya Mengatasi Pernikahan Terlalu Muda

    Atas banyaknya kemudharatan yang sering terjadi pada pernikahan terlalu muda, maka perlu disiapkan solusi juga pemahaman bagaimana seharusnya pandangan usia terlalu muda ini kembali dipertimbangkan yaitu dengan cara:

    1. Peningkatan Akses Pendidikan

    Memberikan akses pendidikan yang merata dan berkualitas dapat membantu mengurangi angka pernikahan dini. Pendidikan memberi anak-anak pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik. Selain itu, pendidikan akan cukup menyibukkan anak-anak untuk tidak terburu-buru memikirkan tentang pernikahan setidaknya sampai merek benar-benar siap.

    Pendidikan yang dimaksud bukan melulu pendidikan akademis tapi juga pendidikan agama. Dimana disana akan diajarkan bagaimana seharusnya interaksi antar lawan jenis jika yang ditakutkan adalah soal pergaulan bebas. Memahami prioritas kehidupan juga kemampuan diri apakah sudah siap berumahtangga atau belum.

    1. Pemberdayaan Perempuan

    Meningkatkan kesadaran akan hak-hak perempuan dan memberikan pelatihan keterampilan dapat membantu perempuan muda merasa lebih mandiri dan mampu membuat keputusan yang lebih baik untuk hidup mereka. Hal ini bukan untuk melawan kodrat wanita sebagai ibu rumah tangga, namun untuk kualitas yang lebih baik sebagai ibu dalam membersamai anak-anaknya.

    1. Kampanye Kesadaran

    Melalui kampanye kesadaran yang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah, penting untuk menyebarkan informasi tentang risiko dan dampak negatif pernikahan dini. Diharapkan dengan masifnya informasi yang diberikan dapat mengurangi ketakutan masyarakat untuk “melawan” tradisi dan menghadapi pandangan sinis dari lingkungan.

    Kampanye ini juga harus melalui gebrakan awal, dimana ada beberapa orang yang harus menjadi contoh. Bahwa menikah dengan usia yang cukup jauh lebih selamat baik mental dan fisik. Harus ada yang berani memulai untuk kemudian masyarakat percaya bahwa kehidupan rumah tangganya lebih baik sehingga menjadi “gulungan bola salju” yang semakin membesar dan menjadi kebaikan bersama.

    Maka menikah memanglah kebaikan, namun ada perhitungan matang yang harus dipersiapkan untuk menuju pada jenjang tersebut. Mulai dari kesehatan fisik dan mental bahkan kematian ibu dan anak menjadi suatu kemudharatan yang harus diantisipasi. Setiap kebaikan hendaknya melalui proses yang baik pula. Penting untuk mengatasi masalah ini melalui pendekatan yang komprehensif, melibatkan agama, pendidikan, pemberdayaan, dan kebijakan yang tegas. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, serta mencapai potensi penuh mereka tanpa dibatasi oleh pernikahan dini.

    Scroll to Top