Menikah dalam Islam adalah ibadah yang sakral. Ia bukan sekadar akad legalitas, bukan hanya pengesahan dari negara atau pesta seremonial, melainkan momen suci yang membuka pintu menuju keberkahan hidup dan membentuk pondasi keluarga yang diridhai Allah. Sayangnya, dalam hiruk-pikuk persiapan pernikahan, banyak pasangan Muslim yang melupakan adab-adab Islam dalam menikah, baik yang bersifat batiniah maupun lahiriah.
Padahal, menjaga adab dalam proses pernikahan bukan hanya menunjukkan kualitas iman, tetapi juga menjadi sebab turunnya keberkahan dan ketenangan dalam rumah tangga.

1. Meluruskan Niat: Menikah Karena Allah
Adab pertama dan utama dalam pernikahan adalah meluruskan niat. Menikah seharusnya dilakukan bukan karena paksaan, tuntutan usia, atau sekadar gengsi sosial. Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk:
- Menjaga kesucian diri
- Menunaikan sunnah Nabi ﷺ
- Membangun keluarga sakinah
- Mencari ridha Allah
Sayangnya, banyak yang melupakan hal ini dan menjadikan pernikahan sebagai ajang pamer, kompetisi kemewahan, atau formalitas belaka. Padahal, niat adalah dasar yang menentukan apakah pernikahan menjadi ibadah atau sekadar rutinitas duniawi.
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.”
(HR. Bukhari & Muslim)
2. Menjaga Pandangan dan Pergaulan Sebelum Akad
Di masa pertunangan atau taaruf, banyak pasangan yang mulai “terlalu dekat” secara emosional bahkan fisik. Mereka merasa sudah sah secara sosial, padahal secara syariat, keduanya masih bukan mahram. Islam mengajarkan bahwa interaksi antara pria dan wanita harus tetap menjaga adab hingga akad dilangsungkan.
Hal-hal yang perlu dijaga antara lain:
- Tidak berdua-duaan (khalwat)
- Tidak bersentuhan fisik
- Menjaga komunikasi tetap sopan dan seperlunya
Adab ini sering dianggap remeh, padahal Rasulullah ﷺ sangat tegas dalam menjaga batas antara laki-laki dan perempuan non-mahram.
3. Menyederhanakan Mahar dan Prosesi Akad
Islam sangat menganjurkan mahar yang ringan, tidak memberatkan, dan sesuai kemampuan. Mahar bukan ukuran nilai seorang perempuan, melainkan bentuk penghormatan dan simbol keseriusan.
Sayangnya, kini banyak pernikahan yang dibebani mahar tinggi, biaya resepsi mewah, hingga hutang yang membebani pasangan sejak hari pertama menikah. Padahal Rasulullah ﷺ menikahkan para sahabatnya dengan mahar yang sangat sederhana.
“Wanita yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan maharnya.”
(HR. Ahmad)
Begitu pula dengan akad nikah, hendaknya dilakukan dengan khusyuk dan sakral, bukan hanya menjadi momen foto atau formalitas belaka.
4. Menghindari Pesta Berlebihan dan Tabarruj
Resepsi pernikahan adalah momen yang dibolehkan untuk mengumumkan pernikahan kepada khalayak, tetapi Islam menganjurkan agar tetap dalam batas syar’i:
- Tidak memamerkan aurat (terutama pengantin wanita)
- Tidak bercampur baur antara pria dan wanita
- Tidak mengadakan hiburan yang melalaikan atau bertentangan dengan syariat
- Tidak boros dalam pengeluaran
Salah satu adab yang sering dilupakan adalah berhias berlebihan (tabarruj) saat menikah. Banyak pengantin wanita yang memakai gaun terbuka, make-up tebal, dan dipertontonkan di media sosial, padahal auratnya seharusnya tetap dijaga, bahkan pada hari spesial.
5. Memuliakan Wali dan Menjaga Restu Orang Tua
Wali dalam Islam bukan hanya formalitas akad, tetapi simbol dari izin, perlindungan, dan kehormatan. Oleh karena itu, adab dalam menikah adalah menghormati peran wali, tidak memaksakan kehendak pribadi, dan berusaha mendapatkan restu dengan cara yang santun.
Banyak pasangan muda saat ini yang mengabaikan keberadaan orang tua atau wali, bahkan melakukan pernikahan diam-diam (nikah siri) tanpa mempertimbangkan dampaknya secara sosial dan psikologis. Padahal, ridha orang tua sangat penting dalam membangun rumah tangga yang harmonis.
6. Sunnah Walimah Tanpa Beban
Walimah adalah salah satu sunnah Rasulullah ﷺ yang dilakukan setelah akad nikah, sebagai bentuk syiar dan rasa syukur. Walimah tidak harus mewah atau megah. Bahkan, Rasulullah ﷺ pernah mengadakan walimah dengan hanya menyembelih seekor kambing.
Adab walimah yang sering dilupakan:
- Tidak menyisakan makanan berlebihan
- Tidak menyakiti tetangga (karena bising atau parkir sembarangan)
- Mengundang orang miskin, bukan hanya kalangan elit
- Tidak menjadikannya ajang pamer kekayaan
Walimah seharusnya menjadi ladang pahala, bukan beban keuangan atau dosa sosial.
7. Tidak Menunda Hubungan Halal Setelah Akad
Setelah akad, pasangan telah halal satu sama lain secara syariat. Namun, ada yang justru menunda kebersamaan karena alasan gengsi, adat, atau menunggu resepsi. Sementara itu, mereka sudah berstatus suami istri.
Islam mendorong agar pasangan segera menjalani kehidupan suami istri setelah akad untuk menjaga hati dan menenangkan jiwa. Tidak perlu menunggu bulan atau hari tertentu jika secara agama dan kesiapan sudah terpenuhi.
Kesimpulan: Kembali pada Esensi Pernikahan Islami
Pernikahan dalam Islam bukan sekadar pertemuan dua insan, tapi penyatuan dua jiwa dalam ikatan suci yang bertujuan untuk meraih ridha Allah. Dengan menjaga adab-adab pernikahan yang sering dilupakan, pasangan Muslim bisa memulai kehidupan rumah tangga dengan fondasi yang kuat dan penuh keberkahan.
“Dan siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(QS. At-Talaq: 2–3)
Mulailah pernikahan dengan niat yang lurus, adab yang terjaga, dan semangat untuk membangun rumah tangga yang tak hanya indah di dunia, tapi juga menuntun ke surga.
Menjaga adab dalam pernikahan bukan tentang kesempurnaan, tapi tentang komitmen untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan membangun rumah tangga yang selaras dengan nilai-nilai Islam dalam setiap Langkah. Dengan menjaga adab-adab yang sering terlupakan ini, pernikahan tidak hanya menjadi indah di permukaan, tapi juga kokoh dalam makna. Sebab, pernikahan yang beradab adalah cerminan iman dan ketundukan kita pada syariat Allah.